
jika pernah, maka memang itulah yang selalu saya rasakan. maka setiap ada kesempatan, saya selalu mencuri pandang ke langit. mencoba mencari sebuah lafadz yang pernah saya saksikan dua tahun yang lalu, ketika di tempat yang sama--di atas langit-- saya, dan beberapa teman lalu sedang berkumpul membuat lingkaran di lapangan terbuka. ianya begitu mengejutkan, yang kemudian langsung menundukkan hati siapa saja yang melihatnya. lafadz itu bertuliskan "Bismillaah", yang setelah memudarnya, ia berubah bentuk menjadi dua nama yang seharusnya menjadi prioritas utama kita sebagai muslim : "Allah" dan "Muhammad". subhanallaah...
yang setelahnya, saya beberapa kali menemukan lafadz "Allah" terukir di langit sana. entah di pagi hari ketika membuka jendela kamar, atau di perjalanan saya menuju rumah, atau di tempat seperti Monas yang saya melihatnya setelah mengikuti sebuah aksi solidaritas untuk Palestina.
ya, sejak itu, saya selalu mencari lafadz yang mungkin kembali terukir di birunya langit sana. bahwasanya mungkin sekali nama-Nya sering atau setiap saat terbentuk di langit, namun hanya beberapa yang mau mencari, atau Ia izinkan untuk menatap keindahan yang tak mungkin dibuat oleh manusia. menatapnya, untuk kemujian memuji Pencipta lafadz itu.
saya senang sekali menengadah ke atas langit ketika keluar rumah atau dalam perjalanan menuju rumah (kebetulan daerah rumah saya masih lapang sehingga pemandangan langit tak tertutupi rumah-rumah). mengagumi keindahan langit yang selalu menyejukkan mata. bahkan sekarang, ada atau tidaknya lafadz "Allah" di langit sana, langit itu tetaplah menyiratkan bahwasanya ia memiliki Pencipta. tanpa ada lafadz itupun, namaNya tetap terukir di sana sebagai sebaik-baik Pencipta.
Alhamdulillaahirabbil 'aalamiin...