Selasa, 16 Muharram 1430 H
Suatu sore, sebuah kunjungan ke almamater saya, SMAN 58 Jakarta
“Doain aku bisa masuk UI juga ya, kak...” pinta adik kelas saya yang saat itu duduk di kelas XII (yang sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan UAN dan SPMB).
“iya, insyaa Allah. Emang mau masuk jurusan apa sih?”
“Administrasi niaga. Hm,, yasudah, brangkat les dulu ya kak, di NF K**i. ”
“oh, iya iya, silakan... kenal guru IPA-nya nggak? Kalo kenal, salamin ya buat guru biologinya...” pesan saya.
“ciyee kakaaak...” koor mereka (beberapa kelas XII yang juga sedang berada di tempat yang sama) kompak. Sedetik kemudian saya baru menyadari apa yang akan terjadi.
Lho kok??
“bukan..bukan gitu...”, saya buru-buru mengklarifikasi.
“beliau itu udah punya anak kok... aku cuma simpati aja!!” duh, sepertinya kata-kata ini semakin menjerumuskan (cz asli, bingung harus mengklarifikasi dengan kata apa??)
Huff, zaman sekarang manusia terlalu menuruti prasangkanya. (peace out, ukhti! :D). Tentu bukan salam yang ‘punya maksud lain’ yang saya maksud. Ia benar-benar salam penghormatan yang tulus dari hati, sebagai bentuk dedikasi saya kepada beliau, juga teman-teman seprofesinya di tempat yang sama. Sebuah dedikasi yang muncul karena banyak kebermanfaatan yang beliau berikan dalam hidup saya.
Sejak kelas XII SMA, saya memang mengikuti bimbel di tempat yang sama dengan adik-adik kelas saya itu. Di sanalah saya bertemu dengan pengajar-pengajar hebat. Hebat, karena sangat berkompeten di bidangnya, mengajar dengan metode yang tidak biasa, mudah dimengerti, dan yang paling membuat saya kagum adalah taushiyah-taushiyah yang selalu beliau-beliau selipkan di tiap pertemuannya. Pelajaran kimia, bisa nyambung dengan puasa. Belajar biologi, selalu bisa beliau kaitkan dengan hal-hal yang membuat kami bertafakkur. Fisika, apalagi. Dan yang paling saya ingat adalah Lembar Jawaban Komputer yang selalu terpampang surat Al-Hadiid ayat 4 di pojok kanan bawah, “Dan Dia bersamamu dimanapun kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” Jadi pada ngeri deh anak-anak yang mau nyontek =) (cuma yang betul-betul paham ayat diatas yang takut nyontek).
Pun dengan beliau, guru biologi saya. Saya kagum, dengan pembawaannya yang tenang, ingatannya yang luar biasa tajam di setiap detil materi, taushiyahnya yang begitu menyejukkan, sosok yang ‘bapak’ banget deh pokoknya. Beliau tak pernah sekalipun terlihat sombong. Ramah, dan sering melontarkan candaan di sela pelajaran. Masuknya saya di jurusan biologi saat ini, sedikit banyak terpengaruh dengan orang-orang biologi di sekitar saya, termasuk beliau. Apalagi ketika sudah dekat UMB dan SNMPTN, saat-saat Super Intensif, beliau mendukung penuh keinginan saya untuk masuk jurusan biologi. Sayapun tak jarang berkonsultasi tentang biologi dengan beliau. Dan ketika hari pengumuman itu tiba, pengumuman akan diterimanya saya di jurusan biologi dengan almamater yang sama dengan beliau, ini yang beliau katakan,
“alhamdulillaah... dapet juga ya di sana”, katanya dengan senyum kebapakannya, seolah sedang tersenyum dengan anaknya sendiri. Kemudian ia melanjutkan dengan candaannya, “besok gantiin saya ngajar di sini ya...”
Saya hanya menjawab, “insyaa Allah, tungguin aja ya, Pak!”
***
Begitulah, betapa sebuah kebaikan yang tak pernah mudah dilupakan. Ketika saya kembali ke sana, ke tempat les saya untuk sekadar memberi bingkisan tanda syukuran kecil-kecilan, beliau pak guru biologi sedang tidak mengajar di sana. Jadilah adiknya, sang guru kimia, dan beberapa guru lain yang menerima dua kotak brownies buatan ibu saya. Pak guru kimia pun memberi wejangan,
“Alhamdulillaah... nggak nyangka nih si Eliza pake jaket kuning. Ini tandanya kamu di kasih nikmat yang banyak. Jangan tinggalin tuh tahajjudnya... bersyukur...”, saya hanya mengangguk dan mencatat kalimatnya dalam hati saya.
Takkan saya lupakan kebaikan-kebaikan beliau para pengajar di tempat les saya, yang saya sebut dengan rumah kedua ketika Super Intensif kemarin (karena memang dari hari senin sampai seninnya lagi saya belajar di sana). Berada di sekeliling orang cerdas juga shalih, membuat saya nyaman dan terpacu untuk terus belajar. Orang-orang di sekeliling yang sangat menginspirasi, memberikan manfaat besar dalam hidup saya. Maka tak aneh rasanya ketika saya sekadar menitip salam pada beliau, juga pengajar lainnya. Sekadar menyampaikan rasa terima kasih atas kebaikan-kebaikan beliau. Semoga saja, saya bisa benar-benar menjadi salah satu pengajar di sana.
*jazaakumullaah ahsanal jazaa, pengajar-pengajarku... =)
Muharram, 1430 Hijriyah
Faith of Mafaza, Keyakinan Akan Sebuah Kemenangan
Mafaza. Kata ini adalah sebuah kemutlakan yang dijanjikan oleh Allah untuk menjadi predikat bagi Al-Muttaqin.
“Sesungguhnya bagi orang-orang bertaqwa ialah Mafaza (Kemenangan).” (QS. An Nabaa’:31)
Ada sebuah frasa menarik tentang hidup. Ia berbunyi, “Hiduplah untuk Maha Hidup”. Saya membuat dua definisi berbeda tentang ini. Pertama, hiduplah untuk Yang Maha Hidup. Jika kita menjadikan seluruh kehidupan kita untuk Yang Maha Hidup, maka tidak akan ada kekhawatiran, apalagi kekecewaan di sana. Karena hanya Yang Maha Hiduplah yang kita tuju. Karena hanya Yang Maha Hiduplah yang kita harapkan. Jika menaruh harapan pada manusia sangat mungkin berujung kekecewaan, maka menaruh harapan penuh kepadaNya adalah kunci kebahagiaan. Betapa bahagia, betapa indah jika hidup kita bisa kita persembahkan kepada Allah. Perhatikan, ada siratan halus tentang ikhlas di sana. Hidup untuk Yang Maha Hidup, berarti memenuhi janji yang selalu kita ikrarkan pada setiap tegak kita di lima waktu.
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’aam:162)
Definisi kedua, yaitu hiduplah untuk maha hidup kita. Maha hidup kita (kehidupan abadi) di negeri akhirat sana. Dengan ini, insyaa Allah kita akan terpacu untuk selalu menjadikan kehidupan kita adalah kehidupan terbaik, yaitu mempersiapkan kematian terbaik. Kematian yang ketika dijemputnya, ada bisikan lembut di telinga,
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu.” (QS. Al Fajr: 27-30)
Ya, Faith of Mafaza. Keyakinan akan sebuah kemenangan. Kemenangan karena kita hidup untuk Yang Maha Hidup. Kemenangan karena kita mempersiapkan yang terbaik untuk maha hidup kita.
Sebagai tambahan, atas air mata duka Palestina yang menjadi duka kita semua. Keyakinan akan sebuah kemenangan itu akan selalu ada, wahai ikhwahfillah. Allah pasti memberikan kemenangan yang agung bagi bumi AL Quds. Saat ini, Allah tengah memberi penangguhan bagi musuh-musuh kita. Maka tunggulah barang sebetar. Tunggulah waktu kemenangan kita yang tak lama lagi.
Mafaza. Kata ini adalah sebuah kemutlakan yang dijanjikan oleh Allah untuk menjadi predikat bagi Al-Muttaqin.
“Sesungguhnya bagi orang-orang bertaqwa ialah Mafaza (Kemenangan).” (QS. An Nabaa’:31)
Ada sebuah frasa menarik tentang hidup. Ia berbunyi, “Hiduplah untuk Maha Hidup”. Saya membuat dua definisi berbeda tentang ini. Pertama, hiduplah untuk Yang Maha Hidup. Jika kita menjadikan seluruh kehidupan kita untuk Yang Maha Hidup, maka tidak akan ada kekhawatiran, apalagi kekecewaan di sana. Karena hanya Yang Maha Hiduplah yang kita tuju. Karena hanya Yang Maha Hiduplah yang kita harapkan. Jika menaruh harapan pada manusia sangat mungkin berujung kekecewaan, maka menaruh harapan penuh kepadaNya adalah kunci kebahagiaan. Betapa bahagia, betapa indah jika hidup kita bisa kita persembahkan kepada Allah. Perhatikan, ada siratan halus tentang ikhlas di sana. Hidup untuk Yang Maha Hidup, berarti memenuhi janji yang selalu kita ikrarkan pada setiap tegak kita di lima waktu.
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’aam:162)
Definisi kedua, yaitu hiduplah untuk maha hidup kita. Maha hidup kita (kehidupan abadi) di negeri akhirat sana. Dengan ini, insyaa Allah kita akan terpacu untuk selalu menjadikan kehidupan kita adalah kehidupan terbaik, yaitu mempersiapkan kematian terbaik. Kematian yang ketika dijemputnya, ada bisikan lembut di telinga,
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu.” (QS. Al Fajr: 27-30)
Ya, Faith of Mafaza. Keyakinan akan sebuah kemenangan. Kemenangan karena kita hidup untuk Yang Maha Hidup. Kemenangan karena kita mempersiapkan yang terbaik untuk maha hidup kita.
Sebagai tambahan, atas air mata duka Palestina yang menjadi duka kita semua. Keyakinan akan sebuah kemenangan itu akan selalu ada, wahai ikhwahfillah. Allah pasti memberikan kemenangan yang agung bagi bumi AL Quds. Saat ini, Allah tengah memberi penangguhan bagi musuh-musuh kita. Maka tunggulah barang sebetar. Tunggulah waktu kemenangan kita yang tak lama lagi.
13 January 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
check out my site jg
iya dong za, asal ada ide bagus bwt nulisnya trz tgl bolak-balik encarta,
Post a Comment